Monday, October 20, 2008

"Telaga Hati" & Cerpen "Anna"


Begitu sulit..........
menjaga agar telaga hati tetap bening........agar tidak tercemari
oleh debu-debu kehidupan yang berterbangan dimana-mana....
mengancam setiap saat........
Tapi................,
sulit bukan berarti tidak bisa!
Berupayalah dengan segala daya, berjuang dan berkorbanlah
agar telaga hati itu tetap bening..........
bening......dan memberi kesejukan bagi setiap mata yang memandangnya. ###



Cerpen "Anna"

Anna masih terpaku di depan layar komputernya. Perasaannya masih bergetar-getar, sesekali ia menarik nafas panjang.
Uuuuhgg....apakah aku sedang bermimpi? Gumamnya. Kembali ia membaca email dari seorang sahabatnya. Ya...persahabatan
Yang unik dan sedikit aneh, bathinnya.
Anna......pada satu titik, aku pernah merasa sangat kehilangan kamu dan itu sangat menyakitkan bahkan sampai sekarang. Tapi.......perlahan, aku menyadari bahwa semua itu adalah takdir....
Anna berhenti sejenak, tak kuat menahan hatinya yang makin berdebar-debar. Andai saja kau tau Hend, hatiku lebih sakit ketika ku tau, kau tidak pernah berusaha mencariku, bisik hatinya.
Mata Anna mulai berkaca-kaca, Ia teruskan membaca......
Anna.......sesungguhnya dirimu telah kuanggap lebih dari seorang sahabat, sahabat terbaik yang pernah ada. Dan aku bersyukur pada Allah, telah mempertemukan kita kembali. Selalu ada ruang istimewa untuk persahabatan kita.
Wassalam, Hendra


Seketika, air mata Anna tumpah tak terbendung. Air mata yang sama ketika belasan tahun yang lalu, membaca isi surat-suratnya yang selalu memberikan kedamaian sekaligus menyiksa bathin, karena penuh dengan teka-teki dan harapan, membuat hati Anna terombang ambing dibuatnya. Maafkan aku Hend, yang telah menodai persahabatan kita, lirihnya.

Anna adalah sosok yang bersahaja, halus perasaannya dan lembut budi bahasanya. Tak pernah terkilas di pikirannya jika Allah kembali mempertemukannya dengan seorang sahabat yang pernah mengisi hari-harinya di masa silam, belasan mungkin puluhan tahun yang lalu. Seorang sahabat yang pernah membuat dirinya tersanjung. Masih tersimpan erat dalam memori Anna, penggalan kata-kata yang ditulis Hendra dalam surat-suratnya. Saat itu Anna baru memulai kuliahnya di sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang cukup populer dan dia diterima melalui jalur tanpa tes.
Anna....selamat ya...
Aku salut dengan kamu, sudahlah cantik, pinter pula....

Atau pada kesempatan yang lain, Hendra juga pernah menulis....
Anna.....beberapa hari yang lalu, aku ke kotamu. Berharap menemui kamu....di kos mu. Tapi....ada sesuatu yang mencegahku. Ketika aku kembali pulang...... tiba-tiba menyeruak rasa kangen.....
Akh....... Anna tak sanggup menahan air mata bila kembali mengingat kata-kata itu. Tidak! Aku tidak boleh larut dalam masa lalu! Hujamnya. Jari-jarinya yang lentik dan putih berusaha menghapus airmata yang sedari tadi mengalir tak karuan. Secepat kilat ditutupnya komputer, dan beranjak mengambil baju gamis dan kerudung kaos yang tergantung di dinding kamarnya. Sambil meraih kunci mobil, dikenakannya gamis dan kerudung. Selang beberapa menit ia telah melaju dengan kecepatan sedang bersama Honda Jazz kesayangannya.
Anna tidak tahu kemana dia harus pergi. Yang ada di benaknya, melupakan Hendra dan menghindari dari ingatan-ingatan masa lalunya. Tapi....tidak semudah itu!
Tangannya sibuk mengendalikan kemudi, sementara pikirannya melayang-layang. Hendra kecil menari-nari di pelupuk matanya. Ya, memorinya membentangkan visualisasi masa kanak-kanak yang lucu. Enam tahun bersekolah di SD yang sama, bermain bersama, belajar bersama.
Suatu kali, ketika pelajaran matematika. Saat ibu guru sedang asyik menerangkan latihan soal di papan tulis, tiba-tiba Hendra kecil nyeletuk.....
”Bu....saya punya cara yang lebih cepat untuk menyelesaikan soal itu,” katanya.
”Oh ya,” sahut bu guru dengan bijak. ”Silahkan Hend,” tangan perempuan itu mempersilahkan Hendra maju ke depan kelas.
Dengan sigap tangan kecil Hendra memegang kapur tulis. Dengan gerakan tangan yang lincah, dalam hitungan menit ia telah menyelesaikan soal matematika tersebut, sambil sesekali mulut kecilnya menceracau menjelaskan maksud yang ia tulis.
Suasana kelas tiba-tiba mencekam, semua mata haru tertuju kepadanya, senyum kagum bu guru pun merekah untuknya.
Anna terlihat senyum-senyum sendiri dibalik kemudinya. Bagaikan slide show sosok Hendra melintas-lintas di pikirannya. Kamu memang berbakat menjadi orang besar Hend.......Anna bergumam sendiri.
Tiba-tiba perasaan minder menyeruak di kisi-kisi bathinnya. Ia merasa tak pantas mengagumi Hendra, dia merasa bukan siapa-siapa, tidak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya. Jangankan untuk mengagumi Hendra, menjadi teman saja mungkin ia sudah tak pantas. Anna hanyalah seorang ibu rumah tangga yang cuma bisa ngurusi anak, suami dan dapur, tidak lebih dari itu! Sementara Hendra telah menjadi orang yang sukses, punya isteri yang cantik dan anak yang lucu.


Raut muka Anna merona merah, nafasnya naik turun tak beraturan. Perasaan sedih, kesal, sesal berkecamuk jadi satu. Tangannya mengepal dan berkali-kali dipukulkannya ke setir mobil. Ya Allah, kenapa Kau pertemukan aku kembali dengan Hendra??? Kenapaaaa??, Hatinya menjerit!
Ciiiiiiiii....iii.....ttt! Anna mengerem mendadak, ternyata ia sudah sampai di perempatan lampu merah Cibubur. Satu menit kemudian, ia langsung membanting setir ke kanan, menuju perumahan Citra Grand Cibubur, cluster Castle Garden yang ia tuju, kediaman Rina sahabatnya sekaligus guru ngajinya.
Mbak Rina, Anna biasa memanggil wanita faqih fiddien yang anggun tersebut, usia mereka hanya terpaut tiga tahun. Mereka lebih pantas disebut dua sahabat karib, karena jika sedang mengajipun, tidak nampak mana yang guru dan mana yang murid. Mereka acap terlibat dalam sebuah diskusi yang serius.


Belum sempat Anna mengucapkan salam, muka berbinar-binar mbak Rina sudah nongol di depan pintu
”Subhanallah.....Anna....angin apa yang meniupmu hingga kau datang pagi begini?” ujarnya wanita itu dengan lembut.
”Gak boleh nih? Aku balik lagi deh” kata Anna dengan nada suara bercanda. ”Mas Ari udah berangkat kerja kan?” tanya Anna.
Mbak Rina manggut-manggut sambil menggamit lengan Anna masuk menuju ruang keluarga.
Anna langsung membanting tubuhnya di atas sofa empuk berwarna coklat muda....
”Mbak, aku bingung nih,” suaranya agak tertekan
”Kalo bingung, pegangan dong,” Mbak Rina menggoda.
”Mbak....aku serius!” suara Anna sedikit meninggi
”Iya....ya..he..hehe..” Hening sejenak, selang beberapa detik dengan semangat Anna menceritakan semua hal yang berkaitan dengan Hendra, sahabatnya. Termasuk perasaan aneh yang sering mengusiknya belakangan ini. Dan Anna merasa berdosa karenanya.
”Anna....kamu denger ya, setiap orang pasti punya masa lalu. Memori, nostalgia, kenangan....apapun istilahnya. Kenangan itu memang indah Na....” mata mbak Rina menerawang seperti menyimpan kenangan. ”Mbak pikir masih wajar, jika kamu punya rekaman masa silam yang sulit terusir atau mungkin tidak bisa diusir. Tapi kamu harus ingat!” suara Mbak Rina agak meninggi. ”Semua bisa menjadi tidak wajar, ketika kamu larut dan terlena di dalamnya. Mbak yakin kamu sangat paham maksud Mbak. Naluri dan nafsu, ibarat dua sisi mata uang! Idealisnya....hentikan komunikasi diantara kalian, jika tidak mungkin......balighu anni walau aayath....jadikan dia sebagai ladang da’wahmu.” Muka Mbak Rina masih terlihat sangat serius saat mengakhiri kata-katanya.
Anna diam seribu bahasa. Mukanya sedikit tercerahkan, ia manggut-manggut pertanda paham dengan semua yang dikatakan Mbak Rina.
”Mbak....do’ain aku ya....semoga aku bisa.” hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutnya.
#
Seminggu berlalu. Hari sabtu, setelah sholat zhuhur berjamaah di rumah. Anna kembali membaca novel islam berjudul Istana Kedua, karya Mbak Asma Nadia yang belum sempat ia tamatkan. Tepat jam 14.30, Anna dikagetkan dengan suara panggilan di handphone nya. Sedikit malas tangannya meraih HP yang tergeletak diatas meja kecil disampingnya. Dari nomor yang tidak dikenalnya, tidak ada di dalam phonebook nya. Siapa gerangan? Bathinnya.


”Assalamu’alaikum, siapa nih?” Anna menyapa.
”Wa’alaikum sa..lam,” suara terbata milik seorang perempuan dari ujung sana.
”Kamu ini siapa sih?” tanya perempuan itu dengan nada ragu-ragu. ”Kuliah atau udah kerja?” tanyanya lagi dengan polos dan masih terdengar ragu-ragu.
Anna masih diam tak mengerti.
”Udah nikah? Punya anak?” tanyanya lagi bertubi-tubi.
Deg, seketika Anna ingat Hendra. Beberapa detik Anna sempat berpikir, pasti perempuan ini ada hubungannya dengan Hendra. Karena selama ini tidak ada laki-laki yang tahu nomor HP Anna kecuali Hendra.
”Maaf ya Mbak, Mbak ini sebenarnya siapa?’ tanya Anna dengan suara lembutnya. ”Dan Mbak tau no HP saya dari mana?”
Suara perempuan itu terdengar gelagapan, tak siap untuk menjawab. Kecurigaan Anna semakin kuat. Anna pura-pura tidak mendengar suaranya yang terdengar bingung.
”Gini ya Mbak, saya ini hanya seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak. Saya bukan orang kuliahan dan juga bukan wanita karir,” kata-kata Anna merendah. ”Terus apalagi yang Mbak ingin ketahui dari saya?” tantang Anna.
”Tinggalnya dimana?” tanyanya lagi, masih dengan suara polos.
”Saya tinggal di Bekasi, persisnya di Jati Asih,” jawab Anna sedikit kesal.
”Kalo saya sih masih ngejomblo....hehehe,” kata perempuan itu menjelaskan tanpa Anna tanya.
”Ya udah, semoga cepat dapat pasangan ya.....assalamu’alaikum,” Anna mengakhiri perbincangan yang ia rasakan tidak penting itu. Aneh, kok ada orang yang tiba-tiba telpon dan menginterogasi. Emangnya aku ini wanita apaan! Gerutu Anna agak kesal.
Beberapa menit kemudian. Anna merasa perlu mengklarifikasi dengan Hendra. Tapi beberapa kali Anna telpon ke HP-nya, tidak diangkat. Anna sempat berpikir yang tidak-tidak tentang keluarganya. Rasa bersalah merayapi langit-langit hati Anna.


Lebih kurang jam 16.00 wib, Anna menerima telpon dari Hendra. Terjadilah obrolan singkat diantara mereka.
”Hend....maaf ya, isterimu tau gak, kalo ada komunikasi lagi diantara kita?” tanya Anna.
”Eeeh, tau...tau...” jawab Hendra ragu.
”Syukurlah kalo gitu, suamiku juga tau tentang persahabatan kita,” ujar Anna lagi.
#
Keesokan harinya, minggu, kira-kira menjelang sore, Hendra kembali menghubungi Anna. Dia katakan isterinya mau berkenalan dengan Anna. Anna merespon dengan rasa suka cita. Anna pun terlibat obrolan singkat dengan isteri Hendra. Walaupun terdengar basa-basi tapi terselip jalinan ukhuwah diantara mereka. Hati Anna sedikit lega. Namun ada sesuatu yang mengganjal perasaan Anna, lagi-lagi membuat Anna merasa bersalah. Ya, suara isteri Hendra, terdengar persis sama dengan suara perempuan yang menghubunginya kemarin siang.
Ya Allah, apa sesungguhnya yang telah terjadi? Aku tidak berhak menarik benang merah, apalagi membuat kesimpulan. Hanya Engkau yang tahu rahasia dibalik skenario besar-Mu ini, bisik Anna dalam hati.
###

"Tentang Persahabatan"

"Seorang pemuda berkata, bicaralah pada kami tentang persahabatan.Dan dia menjawab:Sahabatmu adalah kebutuhanmu yang mesti terpenuhi.Dialah ladangmu yang kau semai dengan cinta dan kau panen dengan ucapan terima kasih.Dan dia adalah makanan dan perapianmu, karena engkau menghampirinya saat kau lapar dan mencarinya saat kau butuh kedamaian.Ketika dia mengungkapkan pikirannya, engkau tidak takut membisikkan kata "tidak" dalam pikiranmu sendiri, tidak juga kau sembunyikan kata "ya".Dan ketika dia diam, hatimu tidak berhenti mendengarkan bahasa hatinya. Karena tanpa kata-kata, dalam persahabatan, semua pikiran, hasrat dan keinginan terlahirkan dan terbagikan dengan sukacita yang tidak terkira.Ketika kau berpisah dengan sahabat, jangan berduka cita. Karena yang paling kau cintai dalam dirinya mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai gunung bagi pendaki, yang tampak lebih agung dilihat dari daratan.Dan jangan ada maksud lain dalam persahabatan kecuali memperkaya jiwa.Karena cinta yang masih mencari penyingkapan misterinya sendiri bukanlah cinta, tetapi sebuah jala yang ditebarkan, hanya menangkap yang tidak berguna.Dan berikan yang terbaik bagi sahabatmu. Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.Karena apalah makna sahabat jika engkau hanya mencarinya sekadar untuk bersama dalam membunuh waktu?Carilah dia untuk bersama menghidupkan waktu!Karena dialah yang akan mengisi kekuranganmu, bukan kekosonganmu.Dan dalam manisnya persahabatan, biarkan ada tawa, berbagi kesenangan. Karena dalam butiran-butiran embun pagi, hati menemukan fajar pagi dan segar kembali. Kahlil gibran