Sunday, July 5, 2009
Lepas
Hidup hanya sebentar
melintas bagai gelepar pusara angin dan kelebat halilintar
usahlah memanggang diri dalam musim yang berkisar
sesal kan menyisir pada dukamu yang nyasar
Akh, mengapa masa itu berulang?
bergilir menyapa kabut hati yang pasi dan menggigil
dalam setiap deret syair yang terulur
luruh! menyapu buncah rindu dan gejolak angkara yang sempat menyubur
Duhai sang Maha cinta
lepas gulanah dibalut pendar cahaya-Mu
kuterjang riak gelombang samudera
menebar layar, merengkuh angin yang menerp
dan kembali kukepak sayap kelana
melintas bagai gelepar pusara angin dan kelebat halilintar
usahlah memanggang diri dalam musim yang berkisar
sesal kan menyisir pada dukamu yang nyasar
Akh, mengapa masa itu berulang?
bergilir menyapa kabut hati yang pasi dan menggigil
dalam setiap deret syair yang terulur
luruh! menyapu buncah rindu dan gejolak angkara yang sempat menyubur
Duhai sang Maha cinta
lepas gulanah dibalut pendar cahaya-Mu
kuterjang riak gelombang samudera
menebar layar, merengkuh angin yang menerp
dan kembali kukepak sayap kelana
Saturday, July 4, 2009
"Surat untuk Sahabat....."
Semburat gurat pilu merambati setiap lekuk mukamu yang syahdu....
ada kilatan luka memercik......dan perih mengetuk bilik-bilik hatiku yang rapuh....
aku bisa merasai arti kehilangan....getir dan pahitnya mengenang....
arti sebuah kehangatan, kasih sayang tulus bagai air terjun yang menyergap-nyergap dan membelai sendu setiap desahan nafas.......sejak di rahimnya.........
yang, sekejap hilang......lepaass....tiadaa.....kembali hidup di alam-Nya...
disini, aku bertopang dagu....tak mampu berbuat.....
do'aku mengalir bagai rangkaian butiran tasbih.....
yang senantiasa bergema lirih memuji asma-Nya...
terpancar indah dalam ikatan persahabatan karena tali-tali-Nya
ada kilatan luka memercik......dan perih mengetuk bilik-bilik hatiku yang rapuh....
aku bisa merasai arti kehilangan....getir dan pahitnya mengenang....
arti sebuah kehangatan, kasih sayang tulus bagai air terjun yang menyergap-nyergap dan membelai sendu setiap desahan nafas.......sejak di rahimnya.........
yang, sekejap hilang......lepaass....tiadaa.....kembali hidup di alam-Nya...
disini, aku bertopang dagu....tak mampu berbuat.....
do'aku mengalir bagai rangkaian butiran tasbih.....
yang senantiasa bergema lirih memuji asma-Nya...
terpancar indah dalam ikatan persahabatan karena tali-tali-Nya
Tuesday, June 23, 2009
Saat Sunyi
Di atas panggung reok sang kehidupan, tubuhmu masih tekun meliuk-liuk seirama jemari mu yang lentik dan kerlingan bola mata yang menggoda
rumput-rumput hijau ikut bergoyang
ranting-ranting berderak riang dan daun-daun melambaikan senyumnya
Di ujung jalan itu....di lorong sempit dan berbau
setitik harap terurai, menjelma belenggu-belenggu rindu yang acap terburai
"Berbaliklah dan kembalilah pulang!" gema suara itu melemahkan persendian dan memekakkan gendang telinga
"Rasa dan nyata, kerap terbalik!" suara itu kembali menerkam bilik jantungku
Aku melenguh dalam pusaran debur gelombang kehidupan
yang kadang menjeratku jatuh dan tercampak.....menganga luka....berdarah-darah
tapi, tawa membahana acap memelukku erat sampai nafasku terengah
Wahai penggenggam jiwa
Tarian itu masih berdenyut di kerak kepalaku
dan lorong sempit itu menjadi saksi belenggu yang terukir pilu
adakah jiwa ini telah rapuh???atau keropos dimakan rayap-rayap jalanan???
Sementara....sunyi masih enggan meninggalkan aku....
di sela-sela lelahnya menggapai cahaya-Mu..
rumput-rumput hijau ikut bergoyang
ranting-ranting berderak riang dan daun-daun melambaikan senyumnya
Di ujung jalan itu....di lorong sempit dan berbau
setitik harap terurai, menjelma belenggu-belenggu rindu yang acap terburai
"Berbaliklah dan kembalilah pulang!" gema suara itu melemahkan persendian dan memekakkan gendang telinga
"Rasa dan nyata, kerap terbalik!" suara itu kembali menerkam bilik jantungku
Aku melenguh dalam pusaran debur gelombang kehidupan
yang kadang menjeratku jatuh dan tercampak.....menganga luka....berdarah-darah
tapi, tawa membahana acap memelukku erat sampai nafasku terengah
Wahai penggenggam jiwa
Tarian itu masih berdenyut di kerak kepalaku
dan lorong sempit itu menjadi saksi belenggu yang terukir pilu
adakah jiwa ini telah rapuh???atau keropos dimakan rayap-rayap jalanan???
Sementara....sunyi masih enggan meninggalkan aku....
di sela-sela lelahnya menggapai cahaya-Mu..
Sebening Telaga
Senja menggores petang yang nyaris luruh
mentari rebah dilipat gulungan sang waktu
saat gelap merangkaki belukar malam
aku masih terguguh bisu mengusung sesimpul senyum dalam semburat taburan kilau cahaya-Mu
Disini, telah kupilin berjuta kata maaf
merobek setiap kelebat bayang-bayang amarah dan laga
menerjang-nerjang timbunan karat hati yang meradang
meski jantung berkecamuk bagai belati yang menyeru berperang
Senja itu menggandeng tsabit dan bersemayam di ranah jiwaku
rembulan menyembul dan mengulum sunyi sambil berbisik"tersenyumlah dengan tulus! rengkuhlah keindahannya"
akh, pijaran gemintang kerlap-kerlip di sekelilingku
Derai tawa renyahpun mengguncang raga
memecah gelegak rindu pada sang penggugah jiwa
duhai sang maha diatas maha
aku ingin selamanya disini, menyelami jiwa sebening telaga
mentari rebah dilipat gulungan sang waktu
saat gelap merangkaki belukar malam
aku masih terguguh bisu mengusung sesimpul senyum dalam semburat taburan kilau cahaya-Mu
Disini, telah kupilin berjuta kata maaf
merobek setiap kelebat bayang-bayang amarah dan laga
menerjang-nerjang timbunan karat hati yang meradang
meski jantung berkecamuk bagai belati yang menyeru berperang
Senja itu menggandeng tsabit dan bersemayam di ranah jiwaku
rembulan menyembul dan mengulum sunyi sambil berbisik"tersenyumlah dengan tulus! rengkuhlah keindahannya"
akh, pijaran gemintang kerlap-kerlip di sekelilingku
Derai tawa renyahpun mengguncang raga
memecah gelegak rindu pada sang penggugah jiwa
duhai sang maha diatas maha
aku ingin selamanya disini, menyelami jiwa sebening telaga
Sunday, June 21, 2009
Malam Kita
Telah kuseduh secangkir tuak di retak malam
saat kau menggigil dan meraba titik-titik nadi
menampik sejuta nada yang berulang kulantunkan
gigi mu bergemeretak seirama gulungan lidahmu
Malam-malam kita bertabur kemilau bening air mata
aku makin terampil melipat-lipat masa lalu
yang kadang masih terselip dalam bait-bait puisiku
karena rasamu acap menjelma goresan2 yang merintih
Pergilah!singgahkan hati mati dan usah kembali
biarkan rasaku merenangi perjalanan waktu yang kan bertepi
pada detik terakhir ku kan pasti terhenti
saat kau menggigil dan meraba titik-titik nadi
menampik sejuta nada yang berulang kulantunkan
gigi mu bergemeretak seirama gulungan lidahmu
Malam-malam kita bertabur kemilau bening air mata
aku makin terampil melipat-lipat masa lalu
yang kadang masih terselip dalam bait-bait puisiku
karena rasamu acap menjelma goresan2 yang merintih
Pergilah!singgahkan hati mati dan usah kembali
biarkan rasaku merenangi perjalanan waktu yang kan bertepi
pada detik terakhir ku kan pasti terhenti
Dilema
Telah kutekuri berjuta mimpi di debur kisah kasihmu
menjaga sekepal setia yang dikerumuni kawat2 berduri
mengenyam kasihmu adalah segores cerita luka
yang berulang mengiris-ngiris dan bertapis lara
Kuterjang gerimis sore yang menantang senja
renta kakiku tertatih di liat tanah basah
sementara kepak sayap malam makin pekat
sedetikkah kau berpikir tentang aku???
Layar semestamu telah bau tanah
dan rambut putihmu runtuh diterkam waktu
sang hidup memapah langkahmu yang setengah berpijak
tapi, mengapa hitam dunia masih kau geluti?
Berhentilah!Aku masih terpekur, tak sanggup melangkah dan juga enggan berdiam diri
menjaga sekepal setia yang dikerumuni kawat2 berduri
mengenyam kasihmu adalah segores cerita luka
yang berulang mengiris-ngiris dan bertapis lara
Kuterjang gerimis sore yang menantang senja
renta kakiku tertatih di liat tanah basah
sementara kepak sayap malam makin pekat
sedetikkah kau berpikir tentang aku???
Layar semestamu telah bau tanah
dan rambut putihmu runtuh diterkam waktu
sang hidup memapah langkahmu yang setengah berpijak
tapi, mengapa hitam dunia masih kau geluti?
Berhentilah!Aku masih terpekur, tak sanggup melangkah dan juga enggan berdiam diri
Bidadari-bidadari-mu
Aku menghilangkan jejak ditengah keringnya langit kota itu
kerontang jiwaku mendahaga naik sampai ke ubun-ubun
sendi-sendi tulangku menjerit perih
ceceran darah air mata tak lagi sanggup kutadahi
Kuberlari kesana kemari dikejar irama kematian
saat usai merobek-robek lembaran kisah bidadari2-mu
bathinku terkoyak, kesal, jengah meramu jadi satu
khianatmu bagai pisau yang memutilasi ragaku
Masih sanggupkah aku mengulur kata maaf?
sementara, berpuluh tahun kau retas lara dengan sempurna
kali ini, izinkan aku pergi
bersama tawa yang tak lagi membumi
kerontang jiwaku mendahaga naik sampai ke ubun-ubun
sendi-sendi tulangku menjerit perih
ceceran darah air mata tak lagi sanggup kutadahi
Kuberlari kesana kemari dikejar irama kematian
saat usai merobek-robek lembaran kisah bidadari2-mu
bathinku terkoyak, kesal, jengah meramu jadi satu
khianatmu bagai pisau yang memutilasi ragaku
Masih sanggupkah aku mengulur kata maaf?
sementara, berpuluh tahun kau retas lara dengan sempurna
kali ini, izinkan aku pergi
bersama tawa yang tak lagi membumi
Tuesday, March 17, 2009
Aku Ingin...
Aku ingin...
Menjadi setitik awan putih di langitmu, bersama mentari
berkelana merajut bilur-bilur biru yang mengangkasa menari
walau tetesan tinta hitam usang menyambangi
kaulah lentera yang mengubah jelaga menjadi mawar putih berseri
Aku ingin...
Kau yang dulu sunyi bagai angin yang kerap membisiki daun telingaku yang tuli
menapaki lorong-lorong sempit sambil menebar senyum tulus perduli
dan.....bermimpi, merangkul tangis-tangis bocah yang kehilangan kasih
Aku ingin.....
Celoteh hangat matahari menebar di pelosok bumi sanubari
bukan bangunan menjulang dan segala pernik duniawi
Aku ingin.....
Tetesan embun dari peluhmu mengguyuri setiap empat puluh orang yahudi mati
bukan kerlap kerlip istana yang bertabur para peri
Aku ingin.....
Tidak hanya sekedar jiwamu di nafasku...tapi raga membelai sepi
menaungi kisah cinta sejati di rumah suci
bersama para malaikat yang telah kita raih
Akh....
Aku hanya ingin....suara bathin....bukan yang lain....
Menjadi setitik awan putih di langitmu, bersama mentari
berkelana merajut bilur-bilur biru yang mengangkasa menari
walau tetesan tinta hitam usang menyambangi
kaulah lentera yang mengubah jelaga menjadi mawar putih berseri
Aku ingin...
Kau yang dulu sunyi bagai angin yang kerap membisiki daun telingaku yang tuli
menapaki lorong-lorong sempit sambil menebar senyum tulus perduli
dan.....bermimpi, merangkul tangis-tangis bocah yang kehilangan kasih
Aku ingin.....
Celoteh hangat matahari menebar di pelosok bumi sanubari
bukan bangunan menjulang dan segala pernik duniawi
Aku ingin.....
Tetesan embun dari peluhmu mengguyuri setiap empat puluh orang yahudi mati
bukan kerlap kerlip istana yang bertabur para peri
Aku ingin.....
Tidak hanya sekedar jiwamu di nafasku...tapi raga membelai sepi
menaungi kisah cinta sejati di rumah suci
bersama para malaikat yang telah kita raih
Akh....
Aku hanya ingin....suara bathin....bukan yang lain....
Monday, March 9, 2009
DaPuR YanG PenGaP
Hanya seutas lambai dan sekepal kenang
masih berkecibak di genangan memori
bagai kering yang mentandusi retak-retak tanah
dan daun-daun berguguran terbang terserak, tiada yang menyapa
Saat kau berdiri, begitu dekat, bahkan sangat dekat
di sudut-sudut kotaku yang runyam pekat
bagai pisau yang mengiris-ngiris setiap lapisan sanubari, yang tersekat
oleh bisu dan keangkuhan yang tak pernah mampu kubaca
Kupahat dendam rindu yang menjadi auman luka
kuhempas berjuta tanya, adakah kau tahu? Atau pura-pura tak tahu?
disini, di dapur yang pengap, Telah kurebus seketel perih, berbumbu pedih, mendidih
berharap menguapkan segala sedih
Monday, March 2, 2009
Rabb
Pada satu detak ku merunduk terdiam merasai tajam panah lirik-lirik mu
terhempas berpuing-puing, berserakan menekuri rumput-rumput hijau yang pernah tertetesi embun mu
kembali, mendulang persabungan di arena yang tak pasti
Rabb....
Melata kuraba denyut nadi yang terbata-bata
mengapa 'Kau' cipta?
bila hanya menguras air mata yang melimpah!
mengapa 'Kau' tumbuhkan?
bila hanya untuk ditertawakan!
mengapa 'Kau' sibak?
bila hanya lara yang terkuak!
Rabb....
kusapukan ingatan di rantai duri yang mencekik
kuregang tambang yang melilit leher ruhiyah
kutepis surai mimpi di kelambu hitam gundah
kutebas bisikan-bisikan halus yang kerap mendedah
Aku adalah pengemis yang singgah di muara cadas
seorang budak renta dan tak bertuan
mengais-ngais sekuntum merekah
buta kornea, meremas duri yang bergetah
Rabb....
parasku bertabur kerlip bintang diantara segerombolan awan yang memutih
dipuja, disanjung karena Suara-Mu yang terusung
pernahkah daun telinga mereka mendengung???
Aku yang terburai rapuh, mengeja syair-Mu bersimbah darah air mata, menghunus pedang ulu hati, meratap, mengeluh lenguh membelah sepertiga gulita
tiada daya....meluruh bagai gerimis di terik yang mendidih
Rabb....
Hampa dan lelah kutuai dengan sempurna
jelas terbaca, jiwa kerdil berpetualang dalam lipatan-lipatan hari yang berpelangi dalam bias tersembunyi
tergelak lepas menatap kulit-kulitku yang perih mengelupas
Rabb....
Izinkan aku mengikis segalanya
sebelum matahari, rembulan dan gemintang memadamkan sinarnya
dan sebelum aku terdampar di balik nisan-Nya...
terhempas berpuing-puing, berserakan menekuri rumput-rumput hijau yang pernah tertetesi embun mu
kembali, mendulang persabungan di arena yang tak pasti
Rabb....
Melata kuraba denyut nadi yang terbata-bata
mengapa 'Kau' cipta?
bila hanya menguras air mata yang melimpah!
mengapa 'Kau' tumbuhkan?
bila hanya untuk ditertawakan!
mengapa 'Kau' sibak?
bila hanya lara yang terkuak!
Rabb....
kusapukan ingatan di rantai duri yang mencekik
kuregang tambang yang melilit leher ruhiyah
kutepis surai mimpi di kelambu hitam gundah
kutebas bisikan-bisikan halus yang kerap mendedah
Aku adalah pengemis yang singgah di muara cadas
seorang budak renta dan tak bertuan
mengais-ngais sekuntum merekah
buta kornea, meremas duri yang bergetah
Rabb....
parasku bertabur kerlip bintang diantara segerombolan awan yang memutih
dipuja, disanjung karena Suara-Mu yang terusung
pernahkah daun telinga mereka mendengung???
Aku yang terburai rapuh, mengeja syair-Mu bersimbah darah air mata, menghunus pedang ulu hati, meratap, mengeluh lenguh membelah sepertiga gulita
tiada daya....meluruh bagai gerimis di terik yang mendidih
Rabb....
Hampa dan lelah kutuai dengan sempurna
jelas terbaca, jiwa kerdil berpetualang dalam lipatan-lipatan hari yang berpelangi dalam bias tersembunyi
tergelak lepas menatap kulit-kulitku yang perih mengelupas
Rabb....
Izinkan aku mengikis segalanya
sebelum matahari, rembulan dan gemintang memadamkan sinarnya
dan sebelum aku terdampar di balik nisan-Nya...
Saturday, February 28, 2009
Menuai Letih
Menyibak seonggok nestapa di labirin waktu
batu terjal, jurang cekung dan matahari mengering
berkali, kuselami lautan gelisahmu dalam deru gelombang
di sudut-sudut pena, di ruang-ruang syair dan di segala lengang papahmu
Aku remuk di gulita yang mencekik tawa
menabur takdir yang menggersang di liatnya tanah jiwa
dan hasrat berbenih, bertumbuh.....lalu layu
Kau kah duri itu?
Ataukah sebilah pisau masa lalu?
batu terjal, jurang cekung dan matahari mengering
berkali, kuselami lautan gelisahmu dalam deru gelombang
di sudut-sudut pena, di ruang-ruang syair dan di segala lengang papahmu
Aku remuk di gulita yang mencekik tawa
menabur takdir yang menggersang di liatnya tanah jiwa
dan hasrat berbenih, bertumbuh.....lalu layu
Kau kah duri itu?
Ataukah sebilah pisau masa lalu?
Sunday, February 22, 2009
SaaT LeLaH
Renta sudah jasadku di muka tungku
kemarau tandus menggilas peluh
tapi hujan masih setia merambah bulu alisku
Saat, berulang suara dibalik punggungmu lepas
mengiris-ngiris bongkahan sabar yang mengilu
adakah ini rindu?
ataukah jenuh yang menjarumi kalbu?
Sementara....
Disini, aku menggeleng dalam luapan tanya
kenangan berbiak, mengorek-ngorek segala yang ingin kulupakan
Telah kuhapus kata-kata di atas kertas masa remaja
karena perahu jiwaku makin gamang
tak kuasa menafsirkan rahasia angin, badai ataukah hanya gelombang
kemarau tandus menggilas peluh
tapi hujan masih setia merambah bulu alisku
Saat, berulang suara dibalik punggungmu lepas
mengiris-ngiris bongkahan sabar yang mengilu
adakah ini rindu?
ataukah jenuh yang menjarumi kalbu?
Sementara....
Disini, aku menggeleng dalam luapan tanya
kenangan berbiak, mengorek-ngorek segala yang ingin kulupakan
Telah kuhapus kata-kata di atas kertas masa remaja
karena perahu jiwaku makin gamang
tak kuasa menafsirkan rahasia angin, badai ataukah hanya gelombang
Wednesday, February 18, 2009
BuKan UnTuK Ku
Terkadang suratan mendedah kelambu kabut
yang menggigau parau mengeja konsonan mu yang panjang
saat auramu menjelma lilin-lilin yang melingkupi jiwa redupku
mengapa, terlalu sulitkah mengungkap rasa???
Aku bukan jelita malam
juga bukan pendendang nafsu liar tak bertuan
hanya sekelumit jiwa yang acap luruh menjadi humus masa lalu
salahkah? bila hanya sepotong jiwamu kugenggam?
kutaruh di cawan pelipur sebagai obor di lorong-lorong senyapku
Karena dunia pun tahu....
kau memang bukan untuk ku
yang menggigau parau mengeja konsonan mu yang panjang
saat auramu menjelma lilin-lilin yang melingkupi jiwa redupku
mengapa, terlalu sulitkah mengungkap rasa???
Aku bukan jelita malam
juga bukan pendendang nafsu liar tak bertuan
hanya sekelumit jiwa yang acap luruh menjadi humus masa lalu
salahkah? bila hanya sepotong jiwamu kugenggam?
kutaruh di cawan pelipur sebagai obor di lorong-lorong senyapku
Karena dunia pun tahu....
kau memang bukan untuk ku
Monday, February 16, 2009
Malam
Pekatmu menggerayangi rusuk-rusuk yang bergemeretak
mengumpul rongsokan kata di limbah waktu
"bah, begitu sukar merapatkan katup-katup kornea?"
hanya desis tuts-tuts melebur dengan sayap kelam mu
Sekejap......
Kau ulurkan syurga malam, berselimutkan remang
dan syair-syair malaikat pun bertautan.......
mengumpul rongsokan kata di limbah waktu
"bah, begitu sukar merapatkan katup-katup kornea?"
hanya desis tuts-tuts melebur dengan sayap kelam mu
Sekejap......
Kau ulurkan syurga malam, berselimutkan remang
dan syair-syair malaikat pun bertautan.......
Friday, February 13, 2009
SaaT Kau PeRgi
Hanya gemuruh riuh menyekap pusara hati
saat lisanmu berujar "aku harus pergi"
dan langit-langit vokalku runtuh berpuing-puing
bulir-bulir beningpun berkejaran mengalir menganak sungai
Engkaulah purnama semesta di jagad bathinku
dan engkau pula yang menenggelamkan ku pada genangan
cahaya bertabur bintang, berlarut-larut
dalam pijar-pijar warna aura tulus mu
Aku menjelma gadis di keheningan mimpi
memanjat pelangi dengan getar jemari mu
tapi kilau matamu menjadi suluh dan menumbuk kelu jiwaku
pendar kharismatis mu menembus bilik-bilik jantung ku
mengalirkan segumpal darah yang lama membeku
"Mengapa kau pergi, saat cinta merasuki?"
kepadamu, aku yang tak pernah miskin rindu
kepadamu, aku yang tak bisa mengusir ngilu
saat menanti temu, entah tahun berpuluh
Maka, biarkan aku berayun di ranting waktu
menunggu gebyar purnamamu
walau dalam bentangan jarak terjauh
(Terinspirasi oleh sahabat sekaligus guruku......"selamat jalan mbak....")
saat lisanmu berujar "aku harus pergi"
dan langit-langit vokalku runtuh berpuing-puing
bulir-bulir beningpun berkejaran mengalir menganak sungai
Engkaulah purnama semesta di jagad bathinku
dan engkau pula yang menenggelamkan ku pada genangan
cahaya bertabur bintang, berlarut-larut
dalam pijar-pijar warna aura tulus mu
Aku menjelma gadis di keheningan mimpi
memanjat pelangi dengan getar jemari mu
tapi kilau matamu menjadi suluh dan menumbuk kelu jiwaku
pendar kharismatis mu menembus bilik-bilik jantung ku
mengalirkan segumpal darah yang lama membeku
"Mengapa kau pergi, saat cinta merasuki?"
kepadamu, aku yang tak pernah miskin rindu
kepadamu, aku yang tak bisa mengusir ngilu
saat menanti temu, entah tahun berpuluh
Maka, biarkan aku berayun di ranting waktu
menunggu gebyar purnamamu
walau dalam bentangan jarak terjauh
(Terinspirasi oleh sahabat sekaligus guruku......"selamat jalan mbak....")
Thursday, February 12, 2009
Di PeRsiMpAnGan
Kutelusuri setapak demi setapak pusaran waktu
yang sempat kutawar dengan seikat patuh
tapi, meraba kuncup berduri memang bukan pilihan
yang berteduh di bawah cangkang tak berdahan
Kerjap tatapmu masih mendesir di selaput sanubari
desah kasih mu masih terawat di kolom hari
bertanya, adakah kau mengerti arti sepi?
yang meluluh dan bertabur senyap di jalan sunyi
Hasratku meronta tak tertandingi
kucari lembaran damai dalam kitab tafsirku hari ini
entah esok, lusa aku takut untuk bermimpi
sampai aku temui bukit-bukit hijau mengukir senyum hingga saat ini
Tiba-tiba suara itu merobek daun telinga dan menyumpal aliran nafas
Rabb, Engkau kah itu???
berjuta cerita kembali kugali, diantara lirih perih tak ingin kembali
saat anggukan bergelayut ragu dan risih membisik kalbu
mungkinkah aku kembali???
yang sempat kutawar dengan seikat patuh
tapi, meraba kuncup berduri memang bukan pilihan
yang berteduh di bawah cangkang tak berdahan
Kerjap tatapmu masih mendesir di selaput sanubari
desah kasih mu masih terawat di kolom hari
bertanya, adakah kau mengerti arti sepi?
yang meluluh dan bertabur senyap di jalan sunyi
Hasratku meronta tak tertandingi
kucari lembaran damai dalam kitab tafsirku hari ini
entah esok, lusa aku takut untuk bermimpi
sampai aku temui bukit-bukit hijau mengukir senyum hingga saat ini
Tiba-tiba suara itu merobek daun telinga dan menyumpal aliran nafas
Rabb, Engkau kah itu???
berjuta cerita kembali kugali, diantara lirih perih tak ingin kembali
saat anggukan bergelayut ragu dan risih membisik kalbu
mungkinkah aku kembali???
Sunday, February 8, 2009
Tentang Dirimu
Di beranda hati yang terlilit gusar
dirimu menampi butir-butir kalam halus dan sedikit berdebu
"Debu itu suci" kilah mu
pongah ku memelas sunyi bertabur abu, bukan debu mu
Dirimu menyerupa magnet-magnet bertudung semesta ilahi
menggagas ranting-ranting peneduh jiwa sepi
menyelam dan tenggelam tanpa tepi
Kubacakan keinginan di sela-sela luruh gerimis dan sepenggal matahari
hanyalah sekelumit berita yang tertawan janji dan waktu
menyumpal gegap gempita langkah-langkah mu yang bergema dzikir
kembali, menelan liur pahit yang lama mengukir
Menolehlah sesaat untuk ku
yang terguguh dan berlapis abu
dirimu menampi butir-butir kalam halus dan sedikit berdebu
"Debu itu suci" kilah mu
pongah ku memelas sunyi bertabur abu, bukan debu mu
Dirimu menyerupa magnet-magnet bertudung semesta ilahi
menggagas ranting-ranting peneduh jiwa sepi
menyelam dan tenggelam tanpa tepi
Kubacakan keinginan di sela-sela luruh gerimis dan sepenggal matahari
hanyalah sekelumit berita yang tertawan janji dan waktu
menyumpal gegap gempita langkah-langkah mu yang bergema dzikir
kembali, menelan liur pahit yang lama mengukir
Menolehlah sesaat untuk ku
yang terguguh dan berlapis abu
PeRi KeCil Ku
Engkau yang kerap bersenandung di kelok-kelok purnama. Dan engkau pula yang terisak mengiris daun-daun telinga di segelintir remang
Tapi..... serasa embun pagi yang merembesi berjuta tandus di padang bathinku
Ketika lentik bulu matamu terkulai layu
dan bibir merah kecil mu kelu menahan sebongkah batu menindih batok kepalamu
nadi ku terhenti, jiwaku sesaat melayang...
menyimak raut mu yang tak tahu bagaimana cara mengeluh
Duhai peri kecil ku,
malam ku telah bertukar siang dan siang ku telah berganti malam
kupahat beribu munajat dengan segunung pukat keringat
agar kapal mimpiku melayari bahterah cakrawala mu
Tapi..... serasa embun pagi yang merembesi berjuta tandus di padang bathinku
Ketika lentik bulu matamu terkulai layu
dan bibir merah kecil mu kelu menahan sebongkah batu menindih batok kepalamu
nadi ku terhenti, jiwaku sesaat melayang...
menyimak raut mu yang tak tahu bagaimana cara mengeluh
Duhai peri kecil ku,
malam ku telah bertukar siang dan siang ku telah berganti malam
kupahat beribu munajat dengan segunung pukat keringat
agar kapal mimpiku melayari bahterah cakrawala mu
Thursday, February 5, 2009
CeRiTa Ku (2)
Satu persatu daun-daun hikmah berjatuhan dari sebatang pohon yang kuberi nama "Juli"
dedahan bertumbuh dan bersemi ditimpali gaung angin yang sempat tertidur sangat pulas
walau, kadang melenguh lepas, bising terompah kayu mu mengusik ku tuk mengingat jejak mu
Akh......sekejap saja mataku terpejam buah keletihan yang sangat
Hanya suara deru ombak yang bertimpalan. Dan di sisi gubuk itu kau dan aku saling melepas tatap dan kita pun berkisah bahwa "cinta bukanlah embun....yang sejuk sesaat, selepas pagi...mengering...lalu lenyap"
Garis-garis senja menimpa kerudungku yang melayang-layang dijilat angin pantai. Jari jemari mu hangat menyentuh sehelai rambutku yang terselip mengintip.
Gelak tawa kita, menyudahi senja itu.
Di bibir pantai, tapak rindu mu mengejarku sangat kencang
terbirit-birit kaki ku berlari menghampiri mu..............lalu aku terjatuh dan terjerembab di bawah kasur tempat tidur ku..........:-P
dedahan bertumbuh dan bersemi ditimpali gaung angin yang sempat tertidur sangat pulas
walau, kadang melenguh lepas, bising terompah kayu mu mengusik ku tuk mengingat jejak mu
Akh......sekejap saja mataku terpejam buah keletihan yang sangat
Hanya suara deru ombak yang bertimpalan. Dan di sisi gubuk itu kau dan aku saling melepas tatap dan kita pun berkisah bahwa "cinta bukanlah embun....yang sejuk sesaat, selepas pagi...mengering...lalu lenyap"
Garis-garis senja menimpa kerudungku yang melayang-layang dijilat angin pantai. Jari jemari mu hangat menyentuh sehelai rambutku yang terselip mengintip.
Gelak tawa kita, menyudahi senja itu.
Di bibir pantai, tapak rindu mu mengejarku sangat kencang
terbirit-birit kaki ku berlari menghampiri mu..............lalu aku terjatuh dan terjerembab di bawah kasur tempat tidur ku..........:-P
Tuesday, February 3, 2009
CeRiTa Ku (1)
Meneropong air muka mu, menyudutkan ku pada goresan masa lalu. Ketika gelombang mendamparkan ku pada tajamnya batu karang. Dan sayatan-sayatan laut nyaris membuatku karam.
Aku terbujur kaku, bisu dan membatu. Dan angin lembah itu acap berbisik "sudahilah harimu kini". Bergidik dalam pusaran yang melingkar-lingkar rumit, kabut kelam, lorong pengap dan serpih-serpih kematian menjadi sahabat sejati.
Kemudian kusongsong secercah cahaya di manik mata mu. Diam-diam kurangkai warna warni asa dalam setiap bait dari bertumpuk tinta yang kugores. Kurasai....kau tiada beda denganku, walupun sangat ahli mengemas frame dan menguburnya dalam-dalam hingga tulang belulangku pun tak sanggup mencium aroma mu.
Aku menggelepar dalam baluran kasih-Nya. Di sela-sela cumbu ku dengan-Nya, amuk rindu mangais-ngais dasar kalbu. Sementara mata ku tetap tak berkedip menghitung arakan awan, dan berjuta jubah malam terlewati, temani pergantian purnama yang berkelambu sunyi.....berbelas tahun...
Kini, sebilah lara merajam, mencipta gundah gelisah yang berpilin menjejali setiap jengkal waktu. Sudikah kau ulur setali penawar???
.......to be continue.....
Wednesday, January 28, 2009
Lagu Sumbang
Kucium aroma amarah di kerutan kening mu
kudengar lantunan sumbang nada suara mu
dan kau sulut dada ku dengan cahaya lilin di mata mu
aku hangus terbakar nyala api cemburu mu
Masih tertegun dan terus menganyam syair ilahi
menjelma bianglala dalam segores luka
dan kau menjadi bunglon yang terpana
menuai sesal yang kau kais berupa-rupa
kudengar lantunan sumbang nada suara mu
dan kau sulut dada ku dengan cahaya lilin di mata mu
aku hangus terbakar nyala api cemburu mu
Masih tertegun dan terus menganyam syair ilahi
menjelma bianglala dalam segores luka
dan kau menjadi bunglon yang terpana
menuai sesal yang kau kais berupa-rupa
Saat Bimbang
Kutuang sebotol tinta dalam rantai kebimbangan
menyeka rinai gerimis di langit cerah mu
kulihat jari jemari mu masih tekun menari
berkelebat bidadari-bidadari
Oh, "Kau Yang Terkasih"
hari ini aku buta, besok patah dan lusa tiada kata
Busur panah mu lekat menancap erat
dan bisa-mu menebar racun di rasa ku yang tinggal sekerat
hanya bisu menggulung belenggu
menanti ababil tersesat membantu
menyeka rinai gerimis di langit cerah mu
kulihat jari jemari mu masih tekun menari
berkelebat bidadari-bidadari
Oh, "Kau Yang Terkasih"
hari ini aku buta, besok patah dan lusa tiada kata
Busur panah mu lekat menancap erat
dan bisa-mu menebar racun di rasa ku yang tinggal sekerat
hanya bisu menggulung belenggu
menanti ababil tersesat membantu
Sunday, January 25, 2009
KetiKa KuNcuP MerEkaH
Subuh kembali membasuhi wajah ku
dan seulas senyum mengawali pagi ku
celoteh mentari kecilku
adalah pendar cahaya jiwa ku
Duhai penabur segala kasih
telah kutebar benih-benih syurgawi di ladang janji
menuai anugerah tak terkata
meresapi diri hingga terbata-bata
Siang ku tak perlu matahari
dan malam ku tak mengharap rembulan lagi
cukup jiwa mu yang ku miliki
utusan dari penabur segala kasih
: kuncup2 itu pun merekah
bunga-bunga bertaburan di jalan kesetiaan
dan seulas senyum mengawali pagi ku
celoteh mentari kecilku
adalah pendar cahaya jiwa ku
Duhai penabur segala kasih
telah kutebar benih-benih syurgawi di ladang janji
menuai anugerah tak terkata
meresapi diri hingga terbata-bata
Siang ku tak perlu matahari
dan malam ku tak mengharap rembulan lagi
cukup jiwa mu yang ku miliki
utusan dari penabur segala kasih
: kuncup2 itu pun merekah
bunga-bunga bertaburan di jalan kesetiaan
Saturday, January 24, 2009
MiMpi-Ku
Telah kulukis mimpiku di kanvas hidup
dengan sejuta warna peluh
yang menggelayut di ujung-ujung kuas kembara
berpetualang menelusuri lingkaran jeruji bara
Terus kukayuh perahu kasih
dan kuhirup rindu gelombangmu
yang bergemericik riak di balik heningmu
tapi....damai menyentuhku
Aku, hanyalah rangkaian do'a
yang berjalan tanpa raga
berteriak tak terdengar suara
terguguh menggenggam asa
dengan sejuta warna peluh
yang menggelayut di ujung-ujung kuas kembara
berpetualang menelusuri lingkaran jeruji bara
Terus kukayuh perahu kasih
dan kuhirup rindu gelombangmu
yang bergemericik riak di balik heningmu
tapi....damai menyentuhku
Aku, hanyalah rangkaian do'a
yang berjalan tanpa raga
berteriak tak terdengar suara
terguguh menggenggam asa
Friday, January 23, 2009
"CiNtA" (di copy dr blog Rahmadsyah)
kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
itu karena hal terindah di dunia tdk terlihat
ketika kita menemukan seseorang yang
keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung
dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan
serupa yang dinamakan cinta.
Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan,
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan,
tapi melepaskan bukan akhir dari dunia,
melainkan suatu awal kehidupan baru,
kebahagiaan ada untuk mereka yang tersakiti,
mereka yang telah dan tengah mencari dan
mereka yang telah mencoba.
karena merekalah yang bisa menghargai betapa
pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan
mereka.
Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu
menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,
adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan
kamu masih menunggunya dengan setia.
Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan
kamu masih bisa tersenyum dan berkata
” aku turut berbahagia untukmu ”
Apabila cinta tidak bertemu bebaskan dirimu,
biarkan hatimu kembalike alam bebas lagi.
kau mungkin menyadari, bahwa kamu menemukan
cinta dan kehilangannya, tapi ketika cinta itu mati
kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.
Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu
mendapatkan keinginannya, melainkan mereka
yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah
bagaimana dalam perjalanan kehidupan.
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak
seharusnya ada, cintamu akan tetap di hatinya
sebagai penghargaan abadi atas pilihan2 hidup
yang telah kau buat.
Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata ” akulupa ….”
menunggu selamanya ketika kamu berkata ”
tunggu sebentar ”
tetap tinggal ketika kamu berkata ” tinggalkan akusendiri ”
mebuka pintu meski kamu belum mengetuk dan
belum berkata ” bolehkah saya masuk ? ”
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu
melupakan dia bila ia berbuat kesalahan,
melainkan bagaimana kamu memaafkan.
Bukanlah bagaimana kamu mendengarkan,
melainkan bagaimana kamu mengerti.
bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa
yang kamu rasa,
bukanlah bagaimana kamu melepaskan melainkan
bagaimana kamu bertahan.
Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus
berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang
itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita
menyadari bahwa orang iu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya.
kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau
sadari
Diposting oleh RAHMADSYAH di 4:53 AM 1 komentar Link ke posting ini
Label: Puisi
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
itu karena hal terindah di dunia tdk terlihat
ketika kita menemukan seseorang yang
keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung
dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan
serupa yang dinamakan cinta.
Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan,
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan,
tapi melepaskan bukan akhir dari dunia,
melainkan suatu awal kehidupan baru,
kebahagiaan ada untuk mereka yang tersakiti,
mereka yang telah dan tengah mencari dan
mereka yang telah mencoba.
karena merekalah yang bisa menghargai betapa
pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan
mereka.
Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu
menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,
adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan
kamu masih menunggunya dengan setia.
Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan
kamu masih bisa tersenyum dan berkata
” aku turut berbahagia untukmu ”
Apabila cinta tidak bertemu bebaskan dirimu,
biarkan hatimu kembalike alam bebas lagi.
kau mungkin menyadari, bahwa kamu menemukan
cinta dan kehilangannya, tapi ketika cinta itu mati
kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.
Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu
mendapatkan keinginannya, melainkan mereka
yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah
bagaimana dalam perjalanan kehidupan.
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak
seharusnya ada, cintamu akan tetap di hatinya
sebagai penghargaan abadi atas pilihan2 hidup
yang telah kau buat.
Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata ” akulupa ….”
menunggu selamanya ketika kamu berkata ”
tunggu sebentar ”
tetap tinggal ketika kamu berkata ” tinggalkan akusendiri ”
mebuka pintu meski kamu belum mengetuk dan
belum berkata ” bolehkah saya masuk ? ”
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu
melupakan dia bila ia berbuat kesalahan,
melainkan bagaimana kamu memaafkan.
Bukanlah bagaimana kamu mendengarkan,
melainkan bagaimana kamu mengerti.
bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa
yang kamu rasa,
bukanlah bagaimana kamu melepaskan melainkan
bagaimana kamu bertahan.
Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus
berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang
itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita
menyadari bahwa orang iu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya.
kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau
sadari
Diposting oleh RAHMADSYAH di 4:53 AM 1 komentar Link ke posting ini
Label: Puisi
Monday, January 19, 2009
Jangan lupakan-Aku
Seonggok jiwa terbujur kaku
matahari bermuram durja dan rembulan meliput malu
angin berhenti mendayu
hanya genting-genting berjejer layu
Senja kedua masih menembus lengang
saat pintu menderak tegang
hanya sepasang mata tercengang
saksikan jiwamu telah melayang
Langit2 rumahmu mengisahkan guratan luka
dan dinding2 hitam mengoreskan kisah kelam
di pojok suram....
seorang dara meringkuk berceloteh sendiri
entah, apa yang dicari
Aku tertunduk diam, kelu tanpa kata
terbata-bata ku eja nama-Mu dibalik seribu tanya
bergidik perlahan kudengar lantunan ayat2-Mu
jangan pernah lupakan-Aku.
matahari bermuram durja dan rembulan meliput malu
angin berhenti mendayu
hanya genting-genting berjejer layu
Senja kedua masih menembus lengang
saat pintu menderak tegang
hanya sepasang mata tercengang
saksikan jiwamu telah melayang
Langit2 rumahmu mengisahkan guratan luka
dan dinding2 hitam mengoreskan kisah kelam
di pojok suram....
seorang dara meringkuk berceloteh sendiri
entah, apa yang dicari
Aku tertunduk diam, kelu tanpa kata
terbata-bata ku eja nama-Mu dibalik seribu tanya
bergidik perlahan kudengar lantunan ayat2-Mu
jangan pernah lupakan-Aku.
Sunday, January 18, 2009
"KeGelisahaN HaTi Ku"
Mentari pagi t'lah kujelang bahkan hangatnya merasuki hatiku
namun mengapa ku rasa pagi tak secercah yang lalu
dan malam kemarin tak sesenja langit sore
apa yang salah dari indera inderaku....pikirku
hingga akhirnya tertegun aku dalam genangan tanya
mungkinkah sedih atau sepi
yang menguliti jiwaku sampai terasa tawar
ataukah hatiku haus akan dirimu kasih
yang membuat aku ingin mencuri seteguk rindu darimu
serta melarutkan hadirmu dalam cawan kerinduanku ini
agar tak kupandangi langit lagi yang tak berawan
karna semuanya tlah cukup untukku mengarungi hidup tanpamu
dan sebenarnya kamu adalah jawaban dari segala tanya
yang tersembunyi jauh di lorong kegelisahan hatiku
writed by Moch. Rizqy Nur Ichsan (Qyqi)
namun mengapa ku rasa pagi tak secercah yang lalu
dan malam kemarin tak sesenja langit sore
apa yang salah dari indera inderaku....pikirku
hingga akhirnya tertegun aku dalam genangan tanya
mungkinkah sedih atau sepi
yang menguliti jiwaku sampai terasa tawar
ataukah hatiku haus akan dirimu kasih
yang membuat aku ingin mencuri seteguk rindu darimu
serta melarutkan hadirmu dalam cawan kerinduanku ini
agar tak kupandangi langit lagi yang tak berawan
karna semuanya tlah cukup untukku mengarungi hidup tanpamu
dan sebenarnya kamu adalah jawaban dari segala tanya
yang tersembunyi jauh di lorong kegelisahan hatiku
writed by Moch. Rizqy Nur Ichsan (Qyqi)
Gaza, cerita-mu kini
Kepulan asap tebal hitam masih mengakrabi pelupuk ketika menyoroti hari mu. Ditingkahi desing peluru dan dentuman bom darat dan udara bertubi-tubi meluluhlantakkan semua yang masih berpijak di bumimu. Air mata ku merah darah, hatiku terkoyak, sukmaku mengerang ketika saksikan anak-anak tak berdosa bermandikan darah, kepala terpenggal dari jasadnya yang terserak, dan perut terburai-burai tiada daya.
"Wahai zionis biadab!Laknatullah untukmu, tidakkah sejenak kau berpikir tentang azab Tuhan?"
jarum-jarumpun menusuk bathinku, saat wadah suara negara seduniapun tak mampu menghentikan kebrutalanmu. Aku tersenyum sinis, "bukankah kau adalah adidaya kecil dan adidaya adalah potret besarmu." Pantas!!!
Dengan sempurna kau mainkan dagelan berkedok resolusi dan dengan sempurna pula kau abaikan kecaman dari berbagai arah. Timur, barat, selatan, utara.........sementara blokade kemanusiaan dan perbatasan masih kau junjung tinggi.
Disini, aku tersungkur pedih dalam sujud-sujud panjang dan malam-malam penuh rintih..."Palestine, you are always in my heart"
"Wahai zionis biadab!Laknatullah untukmu, tidakkah sejenak kau berpikir tentang azab Tuhan?"
jarum-jarumpun menusuk bathinku, saat wadah suara negara seduniapun tak mampu menghentikan kebrutalanmu. Aku tersenyum sinis, "bukankah kau adalah adidaya kecil dan adidaya adalah potret besarmu." Pantas!!!
Dengan sempurna kau mainkan dagelan berkedok resolusi dan dengan sempurna pula kau abaikan kecaman dari berbagai arah. Timur, barat, selatan, utara.........sementara blokade kemanusiaan dan perbatasan masih kau junjung tinggi.
Disini, aku tersungkur pedih dalam sujud-sujud panjang dan malam-malam penuh rintih..."Palestine, you are always in my heart"
Palestine
Peluru dan bombardir masih berkuasa
meluluhlantakkan segala yang tersisa
wanita, anak2 dan bayi tak berdosa
terpotong, tercerai, terburai, meniada
Amuk zionis memuncratkan darah dimana-mana
mengukuhkan kesumat keluarga para syuhada
di ujung moncong senjata kau berjaya
bergaung angkuh menabur derita nestapa
Padahal kau hanya setitik noktah
yang mereka-reka doktrin taurot sebagai janji Tuhan
serbu,bantai, duduki, gencatan senjata...
serbu lagi, bantai lagi.....berputar tiada henti
Wahai dunia islam bersatulah!
jangan cuma bisa menari ketika gendang ditabuh
koyak bangsa pembunuh
maju serentak walau ahirnya terbunuh
meluluhlantakkan segala yang tersisa
wanita, anak2 dan bayi tak berdosa
terpotong, tercerai, terburai, meniada
Amuk zionis memuncratkan darah dimana-mana
mengukuhkan kesumat keluarga para syuhada
di ujung moncong senjata kau berjaya
bergaung angkuh menabur derita nestapa
Padahal kau hanya setitik noktah
yang mereka-reka doktrin taurot sebagai janji Tuhan
serbu,bantai, duduki, gencatan senjata...
serbu lagi, bantai lagi.....berputar tiada henti
Wahai dunia islam bersatulah!
jangan cuma bisa menari ketika gendang ditabuh
koyak bangsa pembunuh
maju serentak walau ahirnya terbunuh
Andai Saja
Gmericik air beriak senada
tak jua meredam simpul rasa
desau angin menyapa daun telinga
tak elak memupuk gundah nestapa
Imajinasi menerawang liar
menelusuri kelok2 peradaban terluar
mencari asa yang tertukar
Andai aku bukan diriku
kan kukejar bayang2 yang kerap menghantui sukma
Andai aku lupa siapa diriku
dunia kan menoreh kisah suramku
Andai aku bukan kaum hawa
tak kan habis waktu berkutat dengan rasa
Tapi, aku adalah frame hari ini
melipat-lipat masa lalu dengan bulir2 peluh
Haruskah aku kembali?
Mungkinkah aku kembali?
Atau kubiarkan semua berlari
the real poem: 2 juli 2008
tak jua meredam simpul rasa
desau angin menyapa daun telinga
tak elak memupuk gundah nestapa
Imajinasi menerawang liar
menelusuri kelok2 peradaban terluar
mencari asa yang tertukar
Andai aku bukan diriku
kan kukejar bayang2 yang kerap menghantui sukma
Andai aku lupa siapa diriku
dunia kan menoreh kisah suramku
Andai aku bukan kaum hawa
tak kan habis waktu berkutat dengan rasa
Tapi, aku adalah frame hari ini
melipat-lipat masa lalu dengan bulir2 peluh
Haruskah aku kembali?
Mungkinkah aku kembali?
Atau kubiarkan semua berlari
the real poem: 2 juli 2008
Friday, January 16, 2009
Lukisan hidup
Kulukis hidupku di hamparan jagad semesta
bidadari bersayap warna warni dan tawa
melepas pergulatan kisah yang tiba2 mengada
menggerus waktu dan beranjak segera
Aku rembulan yang tidak pernah miskin gelisah
dan kau mentari yang tak jua padamkan gundah
kita sama2 beringsut menanti persuaan akrab
pesisir yang dibuai lembut buih dan tiupan angin
Kupajang lukisan hidupku di dinding mentarimu
dan kau mengelana sampai ke ujung tsabit
meniti sabar hingga bertabur purnama
Aku berhenti mengitari lengkung liuk cahayamu
walau bias hangatnya masih menelusup relungku
dan kau berserabut rindu menatap bingkai purnamaku
yang sepenggal dan patah-patah
Kau dan aku
hanyalah rembulan dan mentari yang saling menyala
(spesial untuk : anak "baru" ku Qyqy)
bidadari bersayap warna warni dan tawa
melepas pergulatan kisah yang tiba2 mengada
menggerus waktu dan beranjak segera
Aku rembulan yang tidak pernah miskin gelisah
dan kau mentari yang tak jua padamkan gundah
kita sama2 beringsut menanti persuaan akrab
pesisir yang dibuai lembut buih dan tiupan angin
Kupajang lukisan hidupku di dinding mentarimu
dan kau mengelana sampai ke ujung tsabit
meniti sabar hingga bertabur purnama
Aku berhenti mengitari lengkung liuk cahayamu
walau bias hangatnya masih menelusup relungku
dan kau berserabut rindu menatap bingkai purnamaku
yang sepenggal dan patah-patah
Kau dan aku
hanyalah rembulan dan mentari yang saling menyala
(spesial untuk : anak "baru" ku Qyqy)
Monday, January 12, 2009
Akhir sebuah kekecewaan
Bibirmu menari mengulas kisah yang kerap membangkit tanya di relung ku
gelagat mu cermin sempurna mata bathin mu yang sarat galau
kusaksikan hujan menderas di pelupukmu
yang acap kau selipkan dibalik rinai senyum mu
Ku koyak tabir senja mu
ku hantarkan segenggam rembulan di pekat langit mu
hitam, kelam, tak bernuansa.....
hanya pojok2 lengang yang kelam dan mencekam sudut sanubarimu
yang keropos dan rapuh
Dan, kau terdampar di sebuah pulau
yang menawar janji syurga tak bertepi
Lalu, aromamu semilir menusuk hidungku, terbawa angin sore itu
kurasai denyut nadi mu yang menyisakan setumpuk luka
Mengapa???
Kau renda luka diatas sulaman yang telah menganga
bekukan hangat rindu pada sang surya
sementara, tambal sulam mu mengisahkan nista dibalik tabir kecewa
"sungai takdir telah hanyutkan ku" lirih mu
Kuhempas silau mu dengan sejuta peka yang menyisa
kuseka pipimu yang berlinang merah basah
kembalilah!
kurengkuh penat mu dalam dekapan rindu syurga-Nya.
(inspirated by the real friend....keep strugle, ukhti!)
gelagat mu cermin sempurna mata bathin mu yang sarat galau
kusaksikan hujan menderas di pelupukmu
yang acap kau selipkan dibalik rinai senyum mu
Ku koyak tabir senja mu
ku hantarkan segenggam rembulan di pekat langit mu
hitam, kelam, tak bernuansa.....
hanya pojok2 lengang yang kelam dan mencekam sudut sanubarimu
yang keropos dan rapuh
Dan, kau terdampar di sebuah pulau
yang menawar janji syurga tak bertepi
Lalu, aromamu semilir menusuk hidungku, terbawa angin sore itu
kurasai denyut nadi mu yang menyisakan setumpuk luka
Mengapa???
Kau renda luka diatas sulaman yang telah menganga
bekukan hangat rindu pada sang surya
sementara, tambal sulam mu mengisahkan nista dibalik tabir kecewa
"sungai takdir telah hanyutkan ku" lirih mu
Kuhempas silau mu dengan sejuta peka yang menyisa
kuseka pipimu yang berlinang merah basah
kembalilah!
kurengkuh penat mu dalam dekapan rindu syurga-Nya.
(inspirated by the real friend....keep strugle, ukhti!)
Thursday, January 8, 2009
Cerita di Takol (Taman Koleksi)
Siang itu, angin mendesau mengiringi langkah-langkah kakiku yang sedikit gontai. Dari kejauhan, mentarimu merasuki belukar hatiku yang belum terjamah. Acapkali memasung mataku menerawang menembus awan putih...dan Taman Koleksi itu mengabadikan cerita kita.
Akh, hatiku berbalik seratus delapan puluh derajat. Suara mu telah berhasil meruntuhkan kebekuanku yang panjang. Ku katakan "kau telah menghipnotisku" dengan suara manja dan sedikit menggelitik. Seketika tawamu menderai renyah....bunga-bunga di Taman Koleksi itupun merekah.
Kemudian, kupuja dirimu diantara sekian bintang-bintang yang menyapa. Dan ketika kuarahkan jari telunjukku yang ramping ke arah batang hidung mu, spontan kau mendesis menyebut kalimat-Nya.
Bulan pun berganti. Kau dan aku tergelak merenangi peluh dan aliran darah yang menyatu....syahdu dalam bait-bait malaikat-Nya. Kau dan aku mengikat janji sehidup semati.
Monday, January 5, 2009
ImaJiNaSi
Senja itu hadirkan rangkaian cerita
panorama sejuta kata menembus rangka rembulan
yang terbelah menyerupa diriku
Ingin hati berlari mengejar gemintang
tapi pekat malam begitu erat mendekap
tersangkut di pelataran purnama yang membuai
hanya mampu menyaksikan kerlipmu
Cahayamu, satu persatu luruh dan silaukan mata
meredup saat fajar, kadang terangnya memecah kelamnya malam
mengingatkan saat metamorfosamu
yang menggelegak bagai ombak
Sejenak ku terhanyut dalam lautan imajinasi
hanya.....imajinasi
panorama sejuta kata menembus rangka rembulan
yang terbelah menyerupa diriku
Ingin hati berlari mengejar gemintang
tapi pekat malam begitu erat mendekap
tersangkut di pelataran purnama yang membuai
hanya mampu menyaksikan kerlipmu
Cahayamu, satu persatu luruh dan silaukan mata
meredup saat fajar, kadang terangnya memecah kelamnya malam
mengingatkan saat metamorfosamu
yang menggelegak bagai ombak
Sejenak ku terhanyut dalam lautan imajinasi
hanya.....imajinasi
Angin Pegunungan
Sejauh mata memandang, setinggi gunung aku memikir
semua mengabur, tak sebuahpun mengada
Tapi.......
angin pegunungan itu berhembus jua
melintas tiada kesan dan aku merasa diriku tiada
"Aku ingin menenggelamkannya" bisikmu
beribu kenangan menghardik mengharu biru
angin itu meniup lebih syahdu
nyanyi iba pun besertanya
Kemudian, kudengar igau paraumu
buah mulutmu menyentuh langit hatiku yang pekat
menegakkan bulu remangku yang payah
sesaat bulu mataku menangkup
dan ketika perlahan kubuka
kau telah tiada.....
semua mengabur, tak sebuahpun mengada
Tapi.......
angin pegunungan itu berhembus jua
melintas tiada kesan dan aku merasa diriku tiada
"Aku ingin menenggelamkannya" bisikmu
beribu kenangan menghardik mengharu biru
angin itu meniup lebih syahdu
nyanyi iba pun besertanya
Kemudian, kudengar igau paraumu
buah mulutmu menyentuh langit hatiku yang pekat
menegakkan bulu remangku yang payah
sesaat bulu mataku menangkup
dan ketika perlahan kubuka
kau telah tiada.....
Saturday, January 3, 2009
Rafah, Jalur Gaza
Mata mengatup dibuai gulita malam
satu persatu jundi-jundiku terkulai dalam dekapan rembulan
yang enggan menyapa
di pojok sana.......
secercah cahaya seolah mengabarkan benderang terakhirnya
Rumah-Mu masih sempurna dan kokoh
Akh,.....
fajar kan menyambung rinduku yang terpenggal oleh jelita malam
dan malaikat2 ku serasa menghirup teduh rimba di selasar ku
Duhai kekasih abadi...
remuk redam sudah jiwa ku kini
malam ku telah berselimut darah, fajarku bergelimpangan jasad
yang tak sempat mendengar suara panggilan-Mu
Jundi-jundiku telah kembali pada-Mu bersama desing para durjana itu
Rumah-Mu rata, menyatu dalam tatapan yang mengoyak mata bathinku berkeping-keping
sempurna munajatku pada-Mu
malaikat2 ku, kalian adalah mujahid mujahidahku
satu persatu jundi-jundiku terkulai dalam dekapan rembulan
yang enggan menyapa
di pojok sana.......
secercah cahaya seolah mengabarkan benderang terakhirnya
Rumah-Mu masih sempurna dan kokoh
Akh,.....
fajar kan menyambung rinduku yang terpenggal oleh jelita malam
dan malaikat2 ku serasa menghirup teduh rimba di selasar ku
Duhai kekasih abadi...
remuk redam sudah jiwa ku kini
malam ku telah berselimut darah, fajarku bergelimpangan jasad
yang tak sempat mendengar suara panggilan-Mu
Jundi-jundiku telah kembali pada-Mu bersama desing para durjana itu
Rumah-Mu rata, menyatu dalam tatapan yang mengoyak mata bathinku berkeping-keping
sempurna munajatku pada-Mu
malaikat2 ku, kalian adalah mujahid mujahidahku
Subscribe to:
Posts (Atom)