Tuesday, March 17, 2009
Aku Ingin...
Aku ingin...
Menjadi setitik awan putih di langitmu, bersama mentari
berkelana merajut bilur-bilur biru yang mengangkasa menari
walau tetesan tinta hitam usang menyambangi
kaulah lentera yang mengubah jelaga menjadi mawar putih berseri
Aku ingin...
Kau yang dulu sunyi bagai angin yang kerap membisiki daun telingaku yang tuli
menapaki lorong-lorong sempit sambil menebar senyum tulus perduli
dan.....bermimpi, merangkul tangis-tangis bocah yang kehilangan kasih
Aku ingin.....
Celoteh hangat matahari menebar di pelosok bumi sanubari
bukan bangunan menjulang dan segala pernik duniawi
Aku ingin.....
Tetesan embun dari peluhmu mengguyuri setiap empat puluh orang yahudi mati
bukan kerlap kerlip istana yang bertabur para peri
Aku ingin.....
Tidak hanya sekedar jiwamu di nafasku...tapi raga membelai sepi
menaungi kisah cinta sejati di rumah suci
bersama para malaikat yang telah kita raih
Akh....
Aku hanya ingin....suara bathin....bukan yang lain....
Menjadi setitik awan putih di langitmu, bersama mentari
berkelana merajut bilur-bilur biru yang mengangkasa menari
walau tetesan tinta hitam usang menyambangi
kaulah lentera yang mengubah jelaga menjadi mawar putih berseri
Aku ingin...
Kau yang dulu sunyi bagai angin yang kerap membisiki daun telingaku yang tuli
menapaki lorong-lorong sempit sambil menebar senyum tulus perduli
dan.....bermimpi, merangkul tangis-tangis bocah yang kehilangan kasih
Aku ingin.....
Celoteh hangat matahari menebar di pelosok bumi sanubari
bukan bangunan menjulang dan segala pernik duniawi
Aku ingin.....
Tetesan embun dari peluhmu mengguyuri setiap empat puluh orang yahudi mati
bukan kerlap kerlip istana yang bertabur para peri
Aku ingin.....
Tidak hanya sekedar jiwamu di nafasku...tapi raga membelai sepi
menaungi kisah cinta sejati di rumah suci
bersama para malaikat yang telah kita raih
Akh....
Aku hanya ingin....suara bathin....bukan yang lain....
Monday, March 9, 2009
DaPuR YanG PenGaP
Hanya seutas lambai dan sekepal kenang
masih berkecibak di genangan memori
bagai kering yang mentandusi retak-retak tanah
dan daun-daun berguguran terbang terserak, tiada yang menyapa
Saat kau berdiri, begitu dekat, bahkan sangat dekat
di sudut-sudut kotaku yang runyam pekat
bagai pisau yang mengiris-ngiris setiap lapisan sanubari, yang tersekat
oleh bisu dan keangkuhan yang tak pernah mampu kubaca
Kupahat dendam rindu yang menjadi auman luka
kuhempas berjuta tanya, adakah kau tahu? Atau pura-pura tak tahu?
disini, di dapur yang pengap, Telah kurebus seketel perih, berbumbu pedih, mendidih
berharap menguapkan segala sedih
Monday, March 2, 2009
Rabb
Pada satu detak ku merunduk terdiam merasai tajam panah lirik-lirik mu
terhempas berpuing-puing, berserakan menekuri rumput-rumput hijau yang pernah tertetesi embun mu
kembali, mendulang persabungan di arena yang tak pasti
Rabb....
Melata kuraba denyut nadi yang terbata-bata
mengapa 'Kau' cipta?
bila hanya menguras air mata yang melimpah!
mengapa 'Kau' tumbuhkan?
bila hanya untuk ditertawakan!
mengapa 'Kau' sibak?
bila hanya lara yang terkuak!
Rabb....
kusapukan ingatan di rantai duri yang mencekik
kuregang tambang yang melilit leher ruhiyah
kutepis surai mimpi di kelambu hitam gundah
kutebas bisikan-bisikan halus yang kerap mendedah
Aku adalah pengemis yang singgah di muara cadas
seorang budak renta dan tak bertuan
mengais-ngais sekuntum merekah
buta kornea, meremas duri yang bergetah
Rabb....
parasku bertabur kerlip bintang diantara segerombolan awan yang memutih
dipuja, disanjung karena Suara-Mu yang terusung
pernahkah daun telinga mereka mendengung???
Aku yang terburai rapuh, mengeja syair-Mu bersimbah darah air mata, menghunus pedang ulu hati, meratap, mengeluh lenguh membelah sepertiga gulita
tiada daya....meluruh bagai gerimis di terik yang mendidih
Rabb....
Hampa dan lelah kutuai dengan sempurna
jelas terbaca, jiwa kerdil berpetualang dalam lipatan-lipatan hari yang berpelangi dalam bias tersembunyi
tergelak lepas menatap kulit-kulitku yang perih mengelupas
Rabb....
Izinkan aku mengikis segalanya
sebelum matahari, rembulan dan gemintang memadamkan sinarnya
dan sebelum aku terdampar di balik nisan-Nya...
terhempas berpuing-puing, berserakan menekuri rumput-rumput hijau yang pernah tertetesi embun mu
kembali, mendulang persabungan di arena yang tak pasti
Rabb....
Melata kuraba denyut nadi yang terbata-bata
mengapa 'Kau' cipta?
bila hanya menguras air mata yang melimpah!
mengapa 'Kau' tumbuhkan?
bila hanya untuk ditertawakan!
mengapa 'Kau' sibak?
bila hanya lara yang terkuak!
Rabb....
kusapukan ingatan di rantai duri yang mencekik
kuregang tambang yang melilit leher ruhiyah
kutepis surai mimpi di kelambu hitam gundah
kutebas bisikan-bisikan halus yang kerap mendedah
Aku adalah pengemis yang singgah di muara cadas
seorang budak renta dan tak bertuan
mengais-ngais sekuntum merekah
buta kornea, meremas duri yang bergetah
Rabb....
parasku bertabur kerlip bintang diantara segerombolan awan yang memutih
dipuja, disanjung karena Suara-Mu yang terusung
pernahkah daun telinga mereka mendengung???
Aku yang terburai rapuh, mengeja syair-Mu bersimbah darah air mata, menghunus pedang ulu hati, meratap, mengeluh lenguh membelah sepertiga gulita
tiada daya....meluruh bagai gerimis di terik yang mendidih
Rabb....
Hampa dan lelah kutuai dengan sempurna
jelas terbaca, jiwa kerdil berpetualang dalam lipatan-lipatan hari yang berpelangi dalam bias tersembunyi
tergelak lepas menatap kulit-kulitku yang perih mengelupas
Rabb....
Izinkan aku mengikis segalanya
sebelum matahari, rembulan dan gemintang memadamkan sinarnya
dan sebelum aku terdampar di balik nisan-Nya...
Subscribe to:
Posts (Atom)